Sabtu, 20 September 2014

Blog Yang "jangan" Terlupakan

Sudah sekian waktu sejak memulai perjalanan di Jawa, saya berhenti sejenak memposting tulisan di blog ini. Bukan berarti berhenti menulis, catatan tersebut lebih banyak ditulis di buku.

Diantaranya tentang bagaimana galaunya hati ini, saat menghadapi situasi yang benar-benar menguras emosi. Tentang kemurahan hati, kesabaran, keihlasan orang-orang di Jawa sana.

Sejenak menulis di blog yang menjadi pelampiasan perasaan berhenti, perasaan yang mengharu biru itu saya simpan sendiri. Entahlah apakah nantinya kisah tersebut akan mampu saya bagi disini, atau akan selamanya tersimpan untuk diri sendiri saja.

Sedikit cerita adalah ketika di suatu siang sengaja datang dari Bawu ke Gemiring Lor hanya untuk bertanya kepada Dedy - teman masa kuliah dulu-, tentang cara, bagaimana dia bisa memenangkan hatinya untuk tidak tergoda dengan berbagai pencapaian teman-temanya, dan tetap menekuni apa yang sudah menjadi keahlianya, menyungging. 

Pertanyaan ini muncul karena saya mendapati diri ini seperti laron yang beterbangan kesana kemari, kebingunan karena mengejar cahaya fatamorgana kesana kemari. Tergoda untuk mencoba peruntungan baru, pekerjaan baru. Namun begitu dijalani ternyata tidak lebih enak dari yang lama, oleh karenanya tergoda lagi untuk mencoba yang lain lagi. Than what? ketika kita kaya apakah hidup akan bebas masalah? cobalah lihat, berapa banyak orang kaya yang justru susah hidupnya, tak tenang tidurnya. 

Obrolan yang menjadi panjang, yang pada akhirnya mendapat jawaban bahwa sebenarnya dia, jauh didalam hatinya, perasaan untuk bisa seperti rekan-rekan yang lain juga ada, ingin merasakan pencapaian-pencapaian lain. Akan tetapi mensyukuri apa yang sudah ada, dan menekuni apa yang menjadi keahlian dan kegemarannya justru bisa menimbulkan kebahagiaan dalam hidup itu sendiri. Tanpa perlu bersusah payah mengejar-ngejar sesuatu yang belum tentu itu rizky kita, dan kalaupun bisa didapat belum tentu hal tersebut baik untuk kita.

Ketenangan hati Dedy, Pa'e, dan Cak Mus sebagai contoh adalah cermin yang semoga bisa selalu mengingatkan aku bahwa, kebahagiaan itu masih akan ada walau ditengah kemiskinan dan kesusahan, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Dan di balik wajah yang terlihat bahagia, bukan tidak mungkin ada duka juga dihatinya. Manusiawi kan?

Pa'e
Teguh Ujianto