Minggu, 26 Oktober 2014

Anarkisme Air

Dalam Novel tere-liye " Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, tokoh Ray ( Raihan ) sangatlah beruntung bisa diberi jawaban atas lima pertanyaanya, sementara dalam kehidupan nyata masing-masing orang harus mencari sendiri jawaban atas pertanyaan tersebut.

Seperti malam kemaren, ketika saya sedang menikmati  tahu tek pedas di Pasar Buton Batu Ampar Balikpapan, tiba-tiba muncul pertanyaan, apa yang sedang saya lakukan? Kenapa mau tetap di Balikpapan, sementara sekarang sedang musim sulit air, bahkan bisa dilihat di website resmi PDAM kota balikpapan, tentang kemungkinan Balikpapan mengalami " Kiamat Air " jika sampai pertengahan November hujan belum juga turun.

Apa yang sedang aku lakukan?

Jawaban pertanyaan tersebut ternyata muncul saat air kembali mengucur deras dari keran kamar mandi, memang terkadang untuk bisa merasakan lezatnya makanan, perut harus dipuasakan terlebih dahulu. Barangkali sudah terlalu enak kehidupan orang - orang Balikpapan ini, sehingga melupakan untuk mensyukuri segala kenikmatan yang sudah diterima. Diantaranya nikmat dalam hal mendapatkan air bersih.

Sulit air ini ternyata juga mengalihkan fikiran dari berbagai galau akan masa depan, angan jangka panjang tidak akan dimiliki oleh orang yang sulit air, fikiranya hanya terfokus dengan kondisi terkini saja, energinya begitu luar biasa. Di bayangan saya yang mudah-mudahan tidak akan terjadi, jika air di Balikapan ini sudah menghilang sama sekali, maka kemarahan orang-orang ini bisa berubah menjadi anarkisme yang berujung pada penjarahan air. ( Survival Mas Bro, daripada gak bisa masak dan mandi ), dalam skala kecil "penjarahan" ini sudah terjadi.

Di salah satu bagian di buku Keledai Syaikh Juha - Penerbit Navila , dikisahkan tentang Syaikh Juha yang memberi nasihat hidup kepada seseorang yang datang ke rumahnya.

Orang tersebut mengeluh tentang keributan di rumahnya, maka nasihat Syaikh Juha yang pertama adalah justru untuk "menambah" sumber keributan dirumah tersebut. Tentu saja kondisi orang tersebut semakin berat karena rumahnya semakin ribut. Kondisinya lebih parah dari pada sebelumnya.

Ketika seminggu kemudian orang tersebut datang Syaikh Juha memberi nasihat kedua yaitu untuk "menyingkirkan" sumber keributan yang dulu ditambahkan atas perintah Syaih Juha. Dan ternyata dengan kondisi yang kembali seperti sediakala ( dengan segala keributanya ) akan terasa lebih indah karena orang tersebut sudah mengalami " keributan " yang lebih parah.

Saat ini saya tidak yakin sedang ada diposisi yang mana, apakah diposisi mengeluh karena sulit air, atau sudah merasa lega karena sesulit apapun saat ini, kemaren saya sudah meraasakan bagaimana rasanya hidup dengan air yang "limited".

Pertanyaan lainya, piye perasaanmu bro, yen nyawang waduk cadangan air kotamu wes karek setambak ngene? nek aku rapopo bro...hiks hiks

Teguh Ujianto
@ Omah Jati Balikpapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar